Penulis: Ghiffari A. N. Pangestyatama
Dalam kesempatan kali ini, Nyheter Scandinavia berkesempatan berbincang-bincang dengan Mas Wawan Mas’udi. Mas Wawan adalah salah satu dosen Departemen Politik Pemerintahan yang pernah mengenyam pendidikan berjenjang S2 di Norwegia pada tahun 2002-2005. Perbincangan Nyheter dengan Mas Wawan kali ini akan membahas pengalaman beliau tinggal di Norwegia, khususnya terkait green living dan tata kelola kota di Norwegia. Yuk mari, kita simak bersama-sama!
Norwegia merupakan negara yang berwilayah sangat luas tetapi berpenduduk relatif sedikit, sehingga pembagian wilayah tempat tinggal dibagi-bagi berdasarkan model cluster dengan jarak antarkota yang sangat jauh. Pada tahun pertama kuliah, Mas Wawan tinggal di kota Bø, Telemark – kota ini terletak di pegunungan dan berjarak sekitar 3-4 jam dari Oslo ke arah selatan. Bø merupakan kota yang relatif kecil, dimana mayoritas penduduk tinggal di rumah-rumah biasa. Yang sangat menarik dari kota ini, menurut Mas Wawan, adalah sistem kebersihan atau sanitasi rumah tangga. Masing-masing rumah tangga terkoneksi dengan satu tempat pembuangan limbah besar. Untuk sampah rumah tangga akan langsung dipisahkan sejak awal antara limbah recyclable dan unrecyclable melalui pembedaan warna tempat sampah di tiap-tiap rumah. Pengelolaan sampah ini dilakukan oleh pemerintah daerah, mengingat pada tiap-tiap cluster pemerintah daerah mempunyai otoritas penuh terhadap pengelolaan sampah. Tugas masyarakat dalam pengelolaan sampah kota hanyalah pemisahan sampah rumah tangga yang telah disebut sebelumnya. Di beberapa kota lain di Norwegia, limbah yang tidak didaur ulang dapat dimanfaatkan sebagai energi dan bahan bakar.
Pada tahun-tahun berikutnya mas Wawan pindah ke kota yang sedikit lebih besar – kota ini bernama Kristiansand. Karakternya juga mirip dengan Bø dengan model housing yang agak berbeda – lebih banyak apartemen di kota tersebut. Menurut Mas Wawan, struktur kota Kristiansand mirip dengan kota-kota tua di Eropa: pusat kota yang tersusun oleh Gereja, dikelilingi oleh tempat-tempat perbelanjaan dan kantor pemerintah daerah. Di luarnya rumah-rumah penduduk muncul mengitari pusat kota. Hanya ada 3 jalan utama penghubung antara kota Kristiansand dan desa-desa kecil disekitarnya. Menariknya, pemerintah Norwegia mampu menerapkan standar kebersihan lingkungan dan sanitasi dengan setara di tiap-tiap kota – sistem dan standar sanitasi di kota Kristiansand sama persis dengan sistem dan standar kota Bø. Sebagai gantinya, masyarakat Norwegia diharuskan membayar iuran bulanan untuk kebersihan kepada negara. Untuk mahasiswa sendiri, biaya kebersihan sudah termasuk rencana biaya sewa apartemen (all-inclusive living cost). Kedua hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Norwegia menjamin kemudahan hidup praktis bagi masyarakatnya, baik warga asli maupun pendatang.
Terkait dengan standar kebersihan yang sangat tinggi, tantangan unik apa sajakah yang dihadapi pemerintah Norwegia dalam menerapkan standar tersebut? Salah satunya tentunya adalah tantangan empat musim: pemerintah diwajibkan menyediakan fasilitas pelayanan limbah dengan volume dan standar yang sama, tanpa memperdulikan pergantian musim. Meskipun badai salju sedang terjadi di luar sana, truk akan tetap datang untuk mengambil sampah tepat waktu ketika jadwal pengangkutan sampah tiba. Selain layanan limbah, pelayanan dasar lain juga tidak akan terhenti hanya karena terhalang cuaca maupun musim. Seandainya ada perubahan pelaksanaan pelayanan, pemerintah akan menginformasikannya melalui telepon rumah tangga maupun pos. Intinya, selalu ada komunikasi antara pemerintah daerah dengan masyarakatnya untuk menjamin ketersediaan fasilitas umum 24/7.
Masyarakat sendiri telah diberikan edukasi sejak awal tentang bagaimana cara mengelola kebersihan dan sanitasi lingkungan. Hubungan individu dengan lingkungan merupakan edukasi dasar bagi warga-warga Norwegia, termasuk diantaranya kesadaran akan kebersihan lingkungan dan sustainable environment. Menurut Mas Wawan sendiri, bahkan para mahasiswa asing lama kelamaan akan terbiasa mengikuti sistem tersebut. Karena sejauh sistem tersebut kuat dan bagus, dengan ada mekanisme yang ditegakkan secara serius maka individu relatif akan selalu menaati peraturan lingkungan – beberapa diantaranya termasuk aturan pembagian no-smoking dan free-smoking area untuk menjaga kebersihan udara.
Mas Wawan juga membeberkan aspek kehidupan Norwegia yang menurutnya sangat menarik, yakni kemampuan pemerintah Norwegia memberikan pelayanan sosial yang equal terhadap semua orang, apapun latar belakang dan status sosialnya. Mas Wawan juga berpendapat bahwa kejujuran orang Norwegia tak kalah mengesankan: suatu waktu pada awal masa studi di Norwegia, Mas Wawan sempat meninggalkan dokumen penting dalam bus antarkota Oslo-Bø. Setelah menyadari bahwa dokumennya hilang, Mas Wawan segera mendatangi pengelola public transport dan menceritakan kehilangannya. Keesokan harinya, rupanya dokumennya sudah menunggu untuk diambil kembali (dokumen tersebut disimpankan pengelola dalam arsip Lost and Found, per aturan yang berlaku). Hal mengesankan dalam cerita tersebut adalah bagaimana orang-orang Norwegia dibiasakan untuk menaati aturan dan membudayakan kejujuran sebagai professional work ethic. Tidak hanya itu, ketaatan orang Norwegia terhadap tata kelola kota yang telah dibeberkan sebelumnya juga mencerminkan kultur Norwegia yang sangat taat aturan dan environment-conscious.